Life Cycle Assessment Pabrik Semen
PT Holcim Indonesia Tbk. Pabrik Cilacap:
Komparasi antara Bahan Bakar Batubara dengan Biomassa
Taufan Ratri Harjanto1, Moh. Fahrurrozi 2, I Made Bendiyasa 2
1Magister Teknik Pengendalian Pencemaran Lingkungan
Jurusan Teknik Kimia Universitas Gadjah Mada
2Jurusan Teknik Kimia Universitas Gadjah Mada
Jurnal Rekayasa Proses, Vol. 6, No. 2, 2012
1. Pendahuluan
Industri semen berdasarkan European Commission pada tahun 2010 adalah industri yang memerlukan energi panas dan listrik, sehingga sekitar 40% dari keseluruhan biaya operasional dihabiskan untuk pengadaan energi (Vito, dkk., 2011). Bahan bakar fosil, seperti batubara dan minyak bumi, secara global telah digunakan sebagai sumber energi dalam industri semen.
Berdasarkan hasl penelitian dari pihak IPB pada tahun 2008 (Cahyono dkk., 2008) untuk PT Holcim Indonesia Tbk. tentang penggantian bahan bakar batu bara dengan bahan bakar lain khususnya biomassa, akan menyebabkan persoalan baru yaitu, berapa besar konstribusi emisi (gas buang) dan akibat lain yang dihasilkan oleh penggunaan bahan bakar alternatif tersebut didalam industri semen. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk menjawab persoalan tersebut adalah dengan cara LCA (Life Cycle Assessment).
Metode LCA digunakan untuk mengevaluasi dampak lingkungan penggunaan bahan bakar batu bara dan bahan bakar biomassa pada industri semen.
a. Industri Semen Holcim Indonesia
PT Holcim Indonesia Tbk. Pabrik Cilacap merupakan pabrik semen pertama di Jawa Tengah, yang dikenal sebagai produsen semen serbaguna(PPC/Portland Pozzolan Cement) berdasarkan SNI 15-0302-2004.
Pabrik semen PT. Holcim Indonesia Tbk. yang beroperasi di Cilacap memiliki kapasitas produksi 2,6 juta ton/tahun, perusahaan ini sudah menggunakan energi alternatif biomassa, salah satunya sekam padi dari pertanian mulai tahun 2007, sehingga jumlah CO2 per ton yang dihasilkan dalam kegiatan operasional sehari-hari berhasil dikurangi hingga 4 persen, sedangkan konsumsi air bisa ditekan hingga 16 persen. Di atas lahan milik Holcim, ditanam spesies pohon yang bisa cepat tumbuh untuk membantu menyerap CO2 dan pada saatnya nanti, hutan kayu bakar ini akan dimanfaatkan sebagai sumber energi terbarukan (Holcim, 2007).
Menurut road map penurunan emisi carbon yang dibuat IEA (International Energy Association) dan WBCSD (World Business Council for Sustainable Development) – CSI (Cement Sustainable Initiatives ) rata-rata energi alternatif yang digunakan pabrik semen di dunia pada tahun 2012 adalah sekitar 5 – 10% (World Business Council for Sustainable Development, 2011). Penggunaan energi alternatif di PT Holcim IndonesiaTbk. pada tahun 2009 sudah berhasil mencapai 8,6% dan menghasilkan kira-kira 0,72% ton CO2/ton semen (Holcim, 2008).
b. Life Cycle Assessment (LCA)
Life Cycle Analysis (LCA) atau sering juga disebut Life Cycle Assessment merupakan sebuah metode berbasis cradle to grave (analisis keseluruhan siklus dari proses produksi hingga pengolahan limbah) yang digunakan untuk mengetahui jumlah energi, biaya, dan dampak lingkungan yang disebabkan oleh tahapan daur hidup produk dimulai dari saat pengambilan bahan baku sampai dengan produk itu selesai digunakan oleh konsumen. Setiap langkah LCA dijelaskan dalam standar internasional (ISO 14040, ISO 14041). Langkah ini senantiasa berulang, di mana tingkat dari detail dan usaha akan tergantung pada tujuan penelitian (World Business Council for Sustainable Development, 2002). Langkah-langkah tersebut adalah: (1) pendefinisian tujuan dan ruang lingkup, (2) analisis inventori, (3) analisis/penakaran dampak, (4) interpretasi (ISO 14040, 2006).
Ada empat pilihan utama untuk menentukan batas-batas sistem yang digunakan berdasarkan standard ISO 14044 didalam sebuah studi LCA: (1)Cradle to grave: termasuk bahan dan rantai produksi energi semua proses dari ekstraksi bahan baku melalui tahap produksi, transportasi dan penggunaan hingga produk akhir dalam siklus hidupnya. (2) Cradle to gate: meliputi semua proses dari ekstraksi bahan baku melalui tahap produksi (proses dalam pabrik), digunakan untuk menentukan dampak lingkungan dari suatu produksi sebuah produk. (3) Gate to grave: meliputi proses dari penggunaan pasca produksi sampai pada akhir-fase kehidupan siklus hidupnya, digunakan untuk menentukan dampak lingkungan dari produk tersebut setelah meninggalkan pabrik. (4) Gate to gate: meliputi proses dari tahap produksi saja, digunakan untuk menentukan dampak lingkungan dari langkah produksi atau proses (GaBi, 2011).
2. Cara Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Mei – Agustus 2012 dan mengacu kepada langkah–langkah studi Life Cycle Assessment berdasarkan ISO 14040 tahun 2006, yang dibagi menjadi empat tahap yaitu: (1) tahap identifikasi awal, (2) tahap pengumpulan data, (3) tahap pengolahan data dan (4) tahap interpretasi hasil dan kesimpulan.
Langkah-langkah penelitian : (1) Identifikasi awal, (2) Pengumpulan dan pengolahan data, (3) Interpretasi dan kesimpulan.
Batasan sistem teknis terdiri dari beberapa komponen yang ditinjau didalam produksi semen dari persiapan bahan baku sampai dengan produk hasil berupa semen serbaguna, yaitu: (1) quarry yang terletak di Nusakambangan dan Jeruklegi, (2) raw meal preparation, (3) pyroprocessing, (4) finish grinding/finish mill.
Didalam penelitian ini menggunakan pendekatan cradle to gate dengan alasan bahwa kondisi skenario 1, 2, 3 dan 4 yang dapat dibandingkan kinerja terhadap lingkungan karena adanya perbedaan penanganan akibat dari digunakannya bahan bakar dengan formulasi yang berbeda adalah proses pengolahan bahan baku hingga menjadi produk semen. Perhitungan dalam penelitian ini menggunakan basis 1000 kg produk semen untuk keempat skenario; (1) Bahan bakar yang digunakan adalah 100% batubara dengan faktor rasio clinker sebesar 0,95; (2) Bahan bakar yang digunakan adalah campuran 90% energi berasal dari batubara dan 10% berasal dari biomassa sekam padi dengan faktor rasio clinker sebesar 0,75; (3) Bahan bakar yang digunakan adalah campuran 50% energi berasal dari batubara dan 50% berasal dari biomassa miscanthus giganteus dengan faktor rasio clinker sebesar 0,75; (4) Bahan bakar yang digunakan 100% biomassa miscanthus giganteus (alang-alang raksasa) dengan faktor rasio clinker sebesar 0,75.
3. Hasil dan Pembahasan
a. Analisis Inventori
Inventori dilakukan berdasarkan input dan output material didalam sistem. Data Input terdiri dari: kebutuhan bahan baku, energi/kelistrikan, air, dan alat transportasi yang digunakan. Perhitungan berdasarkan pada faktor clinker nya yang akan diproduksi. Faktor clinker ditetapkan berdasarkan pertimbangan pada hasil laboratorium di pabrik dan kebijakan perusahaan ataupun mengacu pada peraturan pemerintah yang tertuang dalam Permenprind RI No.12/M-IND/PER/1/2012.
Data output berupa produk semen dan emisi yang dilepaskan terhadap lingkungan disetiap prosesnya. Tabel 1 menunjukkan inventori pada 1000 kg produk semen.
Bahan Baku utama dalam proses pembuatan semen hanya ada 2 yaitu batu kapur dan tanah liat sebab semua senyawa – senyawa utama dalam semen berasal dari kedua bahan tersebut.
b. Penilaian Dampak/Impact Assessment
· Characterization impact assessment
Characterization merupakan penilaian besarnya substansi yang berkontribusi pada kategori impact didalam produksi semen berdasarkan faktor karakterisasinya.
· Damage impact assessment
Analisis damage impact assessment digunakan untuk mengevaluasi dampak kerusakan yang dihasilkan berdasarkan dampak karakterisasinya. Analisis ini berguna sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan untuk memperbaiki performa lingkungan.
terdapat beberapa satuan unit untuk menentukan besaran yang diakibatkan oleh kerusakan dampak yaitu DALY, PDF*m2*yr, MJprimary dan kg CO2eq.
DALY adalah ukuran yang diterima seseorang dari keseluruhan beban penyakit, dinyatakan sebagai jumlah tahun yang hilang akibat gangguan kesehatan cacat, atau kematian dini. Satu DALY adalah sama dengan satu tahun dari hidup sehat yang hilang. Ada 6 kategori karakterisasi dampak berdasarkan faktor kerusakannya yang dikelompokkan dalam kategori human health, yaitucarcinogenic, non carcinogenic, respiratory inorganic, ionizing radiation, ozone layer depletion, respiratory organic.
PDF*m2*yr adalah bagian dari spesies/ekosistem yang berpotensi hilang per m2 per tahun, merupakan suatu unit yang digunakan untuk mengukur dampak terhadap suatu ekosistem. Satu PDF*m2*yr adalah sama dengan kerusakan spesies atau ekosistem seluas 1 m2 di permukaan bumi dalam 1 tahun. Kategori karakterisasi dampak yang dikelompokkan dalam kategoriecosystem quality adalah: aquatic ecotoxicity, terrestrial ecotoxicity, terrestrial acid/nutri, dan land occupation.
Kg CO2eq digunakan sebagai satuan unit dari kategori karakterisasi dampak global warming, dan efek yang ditimbulkan adalah perubahan iklim secara global.
MJ primary adalah jumlah energi dasar yang dibutuhkan untuk mengekstraksi suatu sumber daya alam. Kategori karakterisasi dampak yang memiliki satuan unit MJ primary adalah non renewable energy dan mineral extraction.
· Single score impact assessment
Metode yang diterapkan didalam penentuan single score adalah dengan skala kontribusi urutan nilai tertinggi yang berpengaruh pada keempat skenario produksi semen terhadap faktor kerusakan berdasarkan Impact 2002+.
4. Interpretasi
Interpretasi adalah langkah terakhir dalam tahapan LCA sebelum membuat keputusan dan rencana tindakan. Didalam melakukan interpretasi untuk menentukan isu-isu penting lingkungan, metode analisis yang dapat dilakukan adalah dengan metode pendekatan analisis kontribusi yang bertujuan untuk mengidentifikasi data yang memiliki kontribusi terbesar terhadap hasil indikator dampak. Disamping itu pula dipakai metode analisis perbaikan hasil.
a. Analisis Kontribusi
Analisis kontribusi digunakan dengan tujuan untuk mengetahui proses atau tahap didalam jejaring proses produksi semen yang memiliki kontribusi paling dominan, sehingga pengambilan keputusan dan perbaikan terhadap sistem menjadi tepat dan efektif sesuai dengan tujuan penelitian.
b. Analisis Perbaikan
Dari hasil analisis penakaran dampak dan kontribusi diketahui bahwa permasalahan utama yang menjadi perhatian untuk direkomendasikan perbaikan lingkungan adalah penggunaan batubara pada pyroprocessing dandistillate fuel oil sebagai bahan bakar alat-alat transportasi.
Penentuan prioritas alternatif perbaikan lingkungan didasarkan pada beberapa kriteria. Kriteria tersebut adalah: sarana dan prasarana, kebijakan internal pabrik/perusahaan, kebijakan Pemda setempat dan kesadaran masyarakat.
5. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis kontribusi dampak terhadap lingkungan dengan menggunakan bahan bakar sesuai dengan skenario 1, 2, 3, dan 4 untuk menghasilkan 1000 kg semen didapatkan nilai kontribusi total berturut-turut 2,78 x10-1 Pt, 2,24 x10-1 Pt, 1,57 x10-1 Pt, dan 8,50 x10-2 Pt. Dari hasil analisis kontribusi tersebut penggunaan biomassa lebih ramah terhadap lingkungan.
Pada keempat skenario pemakaian bahan bakar dampak yang paling berpengaruh adalah global warming, respiratory inorganic dan resources. Secara umum kontribusi dampak terhadap lingkungan tertinggi berasal dari tahappyroprocessing, kemudian disusul dari alat transportasi yang digunakan.
Berdasarkan analisis perbaikan, truck sebagai alat transportasi pengangkut silika diganti dengan menggunakan kereta api, sehingga terjadi pengurangan kontribusi nilai sebesar 6,00 x10-4 Pt terhadap impact category global warming, 2,00 x10-3 Pt terhadap impact category respiratory inorganic dan 6,00 x10-4 Pt terhadap impact category non renewable energy.
Komparasi penggunaan bahan bakar pada skenario 3 antara sekam padi denganmiscantus giganteus terhadap kontribusinya ke lingkungan, didapatkan bahwa sekam padi memberikan nilai sebesar 1,59 x10-2 Pt dan miscanthus giganteus(alang-alang raksasa) sebesar 1,58 x10-2 Pt, sehingga dengan hasil tersebut penggunaan miscantus giganteus (alang-alang raksasa) sebagai bahan bakar substitusi batubara lebih ramah terhadap lingkungan.
6. Rekomendasi
Untuk meningkatkan kualitas lingkungan, hasil dari penelitian berdasarkan analisis perbaikan maka direkomendasikan: (1) Alat transportasi pengangkut pasir silika diganti dengan kereta api untuk mereduksi pencemaran terhadap lingkungan. (2) Secara bertahap dilakukan substitusi batubara dengan biomassa. Penggunaan bahan bakar 50% batubara dan 50% biomassa adalah yang paling memungkinkan. (3) Pengembangan biomassa miscanthus giganteus sebagai bahan susbstitusi batubara perlu dilakukan kerena miscanthus memiliki potensi sebagai tanaman khusus bahan bakar non tanaman pangan, sehingga harga akan cenderung stabil. (4) Melakukan penghijauan dan revegetasi di daerah pantai, sebagai investasi biomassa dan mengurangi pencemaran lingkungan.
Daftar Pustaka
Cahyono, T. D., Coto, Z., Febriyanto, F., 2008. Aspek Thermofisis Pemanfaatan Kayu Sebagai Bahan Bakar Substitusi di Pabrik Semen, Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan, Institut Pertanian Bogor.
Curran, M. A., (ed) 1996. Environmental Life Cycle Assessment, ISBN 0-07-015063-X, McGraw-Hill, USA.
Dahlan, E. N., 1992. Hutan Kota untuk Peningkatan Kualitas Lingkungan, APHI, Jakarta.
Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, 2004. Kebijakan Energi Nasional 2003–2020, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, Jakarta.
GaBi, 2011. Handbook for Life Cycle Assessment (LCA) Using the GaBi Software, PE International, Leinfelden-Echterdingen Germany.
Holcim Indonesia Tbk. PT., 2007. Confidence 2007Annual Report, Jakarta.
Holcim Indonesia Tbk., PT., 2008. Holcim Group AFR Policy, Jakarta.
Holcim Indonesia Tbk., PT., 2011. Pembangunan Berkelanjutan Laporan 2011, Jakarta.
International Standards Organization, 2006. Environmental Management - Life Cycle Assessment - Principles and Framework ISO 14040, ISO Press.
Jolliet, O., Sébastien, H., Schryver, A. D., Manuele, M., 2012. Impact 2002 + : User Guide Swiss Federal Institute of Technology Lausanne (EPFL), Switzerland.
Kementerian Perindustrian, Peraturan Menteri Perindustrian RI No. 12/M-IND/PER/1/2012: Peta Panduan (Road Map) Pengurangan Emisi CO2 Industri Semen di Indonesia, Kementrian Perindustrian, Jakarta.
Vito, A., Dangelico, M. R., Natallicio, A., Yazan M. D., 2011. Alternative Energy Source in Manufacturing Cement, Department of Mechanical and Management Engineering, Politecnico di Bari, Italy.
World Business Council for Sustainable Development, 2002. What LCA Can Tell Us about the Cement Industry., Konrad Saur, Five Winds International, Germany.
World Business Council for Sustainable Development, 2009. Cement Technology Road Map 2009 Carbon Emission Reductions up to 2050 Geneva, Switzerland.
World Business Council for Sustainable Development, 2011. CO2 and Energy Accounting and Reporting Standard for the Cement Industry, Geneva, Switzerland.
0 komentar:
Posting Komentar